MEMELUK ANGIN
Posted by aRAZAKy | Posted in
MEMELUK ANGIN
Asdar Abe Kr. Temba'
Pangkep, 15 Oktober 2008
Kulihat dirimu sementara memeluk angin
bersetubuh dalam kemesraan yang terlukis
Dari susunan jerami kebisuan
Beralaskan kanfas-kanfas retak
Yang kemarin kususun dari satu sudut senyum terindah
Kulihat dirimu sementara memeluk angin
Di antara serpihan-serpihan ranting kepiluan
Yang bertengger pada tiap lembar kerinduan
Teruslah menanti pagi
Tatkala temaram masih setia menanti embun
Sebab pagi akan mengantarkan lagu lagu indah
Bersyairkan sejuta bait puisi yang melebihi keindahan pilihan-pilihan diksi qais
Sebab pagi akan mempersembahkan kata dari setiap titik embun yang mejama jingga
Sebab keindahan pagi akan tetap terlukis di sela senyum rerumputan
Aku ingin disini
Berdiri pada tebing-tebing kepiluan
Menatapmu sedih
Ketika kau memeluk angin
Aku ingin tetap disini
Berjalan diantara masa-masa yang tersusun dari rintihan rindu
Meski kusadar sulit mengarakmu pada mimpi itu
Sulit……………
Kulihat dirimu sementara memeluk angin
Biarlah………
GILA DALAM IMAJI
Posted by aRAZAKy | Posted in
GILA DALAM IMAJI
Asdar Abe Kr. Temba'
Pangkep, 04 Desember 2009
Satu persatu fikir bersatu, Merantai imaji dalam satu wajah
Biarkan hawa tetap merayu hingga adam terkulai dalam lantunan kata mutiara yang tergumam
Kau adalah kegilaan yang menyesetakan fikirku pada sahara tak berujung
Kau adalah Laila yang membuatku terdiam dalam ranah cinta yang tersusun rapi laksana bintang yang tersusun dalam alunan rasi.
Takkan kubiarkan pernama menyamai keindahanmu,
Takkan kubiarkan topan menghempas mimpimu,
Dan takkan kubiarkan lukisan namamu disini luntur
Karena kuingin kau tetap berada dipuncak rindu dan meneriakkan satu kalimat indah, bukan untuknya, bukan pula untuk mereka, tapi untuk kita.
Kita adalah aku dan kau yang terbingkai dalam dimensi rasa yang menggilakan.
Kita adalah aku dan kau yang bermimpi menidurkan purnama sebelum matahari dan embun muncul bersamaan.
Kita adalah waktu yang dia janjikan pada malam yang berujung mimpi
Kita bukanlah mereka yang masih bercerita tentang temaram
Ingin kulukis kisah kita pada nisan berusaia ka’bah, bukan sebagai pembuktian kegilaanku akanmu, bukan pula persembahan atas kebesaran rasaku, tapi sebagai arah yang kelak akan mengingatkanku bahwa kita pernah ada.
Saat fajar mengantarkan suara kerinduan pada embun, maka pada saat itulah kau akan memahami kebesaran rasaku. Rasa yang tercipta atas penipuan pada takdir, rasa yang tersusun dari keindahan mimpi-mimpi yang bertebaran difikir kita.
Telah habis diksi yang mampu kurangkai dalam imajiku, namun penggambaran akan kebesaran rasaku belum pun usai.
Dan kuingin kau tetap tersenyum meski dalam imajiku, sebelum gerimis mengantarkan kesedihan langit pada bumi,
Tetaplah di sini meski embun telah kering.