ZAA (Oleh : Asdar, S. Pd)

Posted by aRAZAKy | Posted in

Hidup adalah permainan takdir, permainan ketentuan Ilahi yang bisa saja tampak berantakan, misterius, mencengangkan, mengagumkan atau bahkan menyedihkan, namun setiap alur desain penciptaan takdir kadang keteraturan dari sebuah maha karya yang sempurna dan kadang dijadikan sebagai memoar. Kehidupan memaksa kita untuk menerima semuanya tanpa ada alasan apapun untuk mengulanginya sebab itu adalah alunan kehendak tanpa sebuah kesalahan. Ketika kehidupan ini adalah rangkaian Mintakulburuj yang tertumpah secara alami dan sempurna di hamparan langit malam, maka tak ada alasan apapun untuk tidak menikmati keindahan itu. Dan mungkin kegilaan Majnun terhadap Laila tak sebanding dengan kegilaan para pecinta yang mampu menikmati keindahan senyum para kekasihnya, senyum yang terlahir dari kesederhanaan. Namun, Tidak sedikit dari kebanyakan para kekasih hanya memaknai senyum kekasihnya sebatas gerak tawa ekspresif yangg tidak bersuara untuk menunjukkan rasa senang, gembira, suka, dengan mengembangkan bibir sedikit. Namun tidak bagiku, Memaknai senyum Zaa, sama ketika aku memaknai susunan titik-titik bintang yang terhampar dengan sempurna dan membentuk titik-titik mintakulburuj. Aku menemukanmu di antara ronta jiwa-jiwa yang menangis dilapisan-lapisan kesendirian yang menjerembabku pada individu sendiri, dimana tak ada lagi keinginan untuk bercengkrama dengan siapapun. Namun ketika Zaa hadir, maka seberkas senyum pemecah kesunyian menggandengku pada mimpi-mimpi akan pertemuanku dengan salah satu bagian tubuhku yang hilang… Zaa, Perempuan zenit dan Nadir, yang setiap malam ingin kusyairkan kepadanya bait-bait Majnun, Puisi Khlil Gibran, atau sekeder ingin membuktikan sebongkah kestiaan layaknya Hachiko. Perempuan Sederhana dan misterius yang setiap pagi ingin kusapa selayaknya embun yang menyapa bumi tanpa sedikit kesalahan, seperti senja yang menyapa malam melalui intipan mega. Perempuan dengan seribu ketegaran namun memiliki sejuta alasan untuk membuatku tetap bertahan dan tersenyum. Takkan kukejar Zaa dengan pertanyaan-pertanyaan keegoan rasaku karena itu hanya akan menerjemahkan kebimbangan-kebimbanganya dalam sayap-sayap kesedihan, dan bahkan takkan kubelai Zaa dengan Paksaan-paksaan akalku, sebab itu hanya akan membuat kepakan-kepakan sayapnya terbang jauh. Aku ingin mengejarnya dengan segenggam kesabaran yang melindungi hatiku, sebab itu lebih akan menerjemahkan kekagumanku terhadapa senyumnya, dan aku akan membelainya dengan segumpal keikhlasan yang melekat di sebagian besar hatiku, sebab itu akan lebih membuatku mengenal arti kesabaran zaa. Dua belas titik senyum (keikhlasan, indah, menawan, menarik, penuh keanggunan, dapat mencairkan, sejuta makna, namun kadang penuh pertanyaan, yang kadang menusuk, namun semuanya penuh kedamaian, ketenangan, sebab senyum itu terlahir dari kesederhanaan) membuatku adiktif. Sebenarnya berat jauh Zaa, bahkan meniggalkannya hanya untuk menidurkan ragaku, tubuhku kadang sulit kubawa pada critical area, sebab yang kuyakini adalah sedepahpun ku tak ingin jauh dari Zaa.. pikiranku tak dapat kualihkan dari senyum punuh kesederhanaan yang kadang muncul sekali di antara seribu senyum yang ia tawarkan. Pikiranku tak dapat kularikan dari mimpi-mimpi kami untuk saling mengajarkan tentang kesetiaan dan kesabaran, tentang keikhlasan dan kesederhanaan, bahkan tentang keinginan saling menopang ketika kami berada dalam kerangkeng kesedihan yang amat. Zakiyah Nurmala, Perempuan yang meberiku sejuta alasan untuk tetap hidup, untuk menunggunya, untuk menantinya, untuk menjadi imamnya, dan untuk menjadikan perempuan terbaik yang akan menduduki salah satu ruang sepi hati. Namun, ketika Zaa bersedih, aku hanya sanggup menjadi saksi dari air matanya, membiarkan itu tumpah dan mengaliri jantungku, di mana nyawaku berdegup resah, karena menyakini luka dan kegetirannya. Luka dan kegetiran atas ketakutan kami terhadap pelukan keberpihakan takdir kelak. Sebenarnya ketakutanku zaa, bukanlah sebuah ironi, namun justru atmosfer yang hebat, dan itu teramat dahsyat, terkadang karena zaa, berwujud motivator yang luar bisa, sungguh, sayangnya kehadirannya selalu menetap di fikir sehingga menjadikanku takut merasa kehilangan. Dan ketika hujan menitipkan petuah : bahwa rasa yang tak kan terbunuh biarkanlah menjebak seperti dingin yang mendesis dalam sum-sum, tiba menyesak rindu dan menguji ketabahan. Kadang, ketika pagi, aku ingin menyelinap pada penggalan matahari yang muram, menemui sepotong senyummu, tempat dimana misteri kesederhanaanmu bersarang. Terkadang karena itu, aku menyelipkan senyum itu pada mimpi meski penuh dengan teka-teki. Zaa, kuharap penggalan senyumanmu terawat betah merumuskan kemurniannya, karena itu sekuntum mata rantai bagiku dalam menjaga nafasku agar berotasi dikitaran semesta senyummu, merahasia pada sepotong cahaya hingga membakar ribuan kecemburuan mesterik. Meski kutau terkadang rinduku terjebak, namun pagi menggambarkannya dengan sempurna, menggariskan dan menitipkan pada garis lengkung senyummu. Zaa…. Ketika Gibran mengajariku tentang kesederhanaan dan itu kutemukan tepat disetiap sudut rupamu maka “Aku ingin mencintaimu dengan sederhana... seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu... Aku ingin mencintaimu dengan sederhana... seperti isyarat yang tak sempat dikirimkan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.” Dan ketika malam membisikkan Alunan kerinduanku pada zaa, maka tak ada alasan bagiku untuk berhenti mengaguminya. Selaknya hujan yang mengagumi bumi hingga menjadikannya pelangi, selayaknya bulan yang mengagumi malam dan menjadikannya purnama, atau bahkan selayaknya Majnun yang mengagumi Layla yang menjadikannya gila. Zaa, perempuan yang telah menempati pendapa hatiku, istimewa dalam singgasana keabsahan rasa yang kusulam dari alunan-alunan sutra kerinduan yang kutemukan dari bias matahati. Meski kusadari sejuta kata rindu yang kupersembahkan kepada setiap hari belumnya cukup menggambarkan kebesaran rinduku pada Zaa. Kebesaran rindu yang lahir dari kesederhanaan Cinta… Zaa, namanya membentuk lingkaran episiklik yang mengelilingi jutaan lingkaran rasa di hatiku, berlapis-lapis tak terhingga, dan semuanya tertata rapi dalam protocol jagat hatiku yang diatur oleh Sang Pemilik Cinta Tanpa Batas, satu saja Lingkaran episiklik Zaa keluar dari orbit Hatiku maka mungkin dalam hitungan detik hatiku akan meledak dan menjadi remah-remah. Zaa, Jaluddin Rumi menyaran aku untuk berkata kepadamu: “Nikmati waktu selagi kita duduk di punjung, Kau dan Aku; Dalam dua bentuk dan dua wajah - dengan satu jiwa, Kau dan Aku. Warna-warni taman dan nyanyian burung memberi obat keabadian Seketika kita menuju ke kebun buah-buahan, Kau dan Aku. Bintang-bintang Surga keluar memandang kita – Kita akan menunjukkan Bulan pada mereka, Kau dan Aku. Kau dan Aku, dengan tiada ‘Kau’ atau ‘Aku’, akan menjadi satu melalui rasa kita; Bahagia, aman dari omong-kosong, Kau dan Aku. Burung nuri yang ceria dari surga akan iri pada kita – Ketika kita akan tertawa sedemikian rupa; Kau dan Aku. Ini aneh, bahwa Kau dan Aku, di sudut sini… Keduanya dalam satu nafas.” Terkadang kami bersedih,,,, ketika aku dan zaa bercerita tentang kisah tentang cinta, kisah yang kujadikan sebagai pengantar tidurnya. Namun kesedihan kami bukanlah karena aku menyakiti Zaa, ataupu Zaa yang menyakitiku, tapi kesedihan kami adalah sebuah bentuk penggambaran rasa rindu yang tak sanggup lagi diuraikan dengan kata-kata. Aku kadang menganggap bahwa Tuhan telah mempermainkan kami dalam butir-butir Cinta yang mengalir disetiap urat nadiku. Tapi, Dengan kerinduan itu, kuyakini bahwa, Tuhan ingin menguji kebesaran rasa sabar kami untuk saling menanti, Menguji keluasan hati kami untuk saling merindu, Menguji Kelapangan Jiwa kami untuk saling memahami. Dan, inilah aku dan Zaa, melankolisme rasa mengkerangkeng kami dalam setiap tapak-tapak kerinduan menjadikan aku begitu takut kehilangan Zaa, meskipun dari fikirku sejenak saja. Bahkan kurasakan Majnun telah merasuki setiap sudut DNAku yang menjadikanku Gila akan perasaanku terhadap Zaa. Aku takut kehilangan Zaa setakut Majnun menyakiti Layla.

KUNJUNGAN

Posted by aRAZAKy | Posted in

KUNJUNGAN KEPALA DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN PANGKEP KE SMP NEGERI 1 LIUKANG TUPABBIRING. (foto : Kepsek & Kepala Dinas)

ADI NAFF

Posted by aRAZAKy | Posted in

flashvars="file=http://stafaband.info/prev/40271.mp3" allowfullscreen="true" allowscripaccess="always"
src="http://stafaband.info/newplayer.swf" width="100%" height="23">

BERHARAP MIMPI

Posted by aRAZAKy | Posted in



BERHARAP MIMPI
Abe, 18 Maret 2011

Nampak langit membelai bumi
Usapan dalam dekapan kesedarhanaan
Resah raga dalam ketakutan

Jangan terdiam sebab mimpi adalah kita
Antara rintihan dan teriakan rasa
Namun, hanya surga ini yang mampu kupersembahkan
Namun, Inilah titipan rindu dari langit
Antara pengharapan dan mimpi
Hingga masa menyakinkan

aku pernah bercerita pada malam
kelak ketika aku berada pada titik kejenuhan
maka ingatkan aku tentang keindahan perjalanan kita
tepat ketika mengarungi sahara cinta

Jangan biarkan ini terhenti, sebab
Akulah Serpihan kerinduan
Namun bukan sekedar nama
Nestapa dalam dekapan rindu
Antara Pengaharapan dan mimpi
Hidup dalam Dekapan asa

Sebuah koin penyok

Posted by aRAZAKy | Posted in



Alkisah, seorang lelaki keluar dari pekarangan rumahnya, berjalan tak tentu arah dengan rasa putus asa. Sudah cukup lama ia menganggur. Kondisi finansial keluarganya morat-marit. Sementara para tetangganya sibuk memenuhi rumah dengan barang-barang mewah, ia masih bergelut memikirkan cara memenuhi kebutuhan pokok keluarganya sandang dan pangan.

Anak-anaknya sudah lama tak dibelikan pakaian, istrinya sering marah-marah karena tak dapat membeli barang-barang rumah tangga yang layak. Laki-laki itu sudah tak tahan dengan kondisi ini, dan ia tidak yakin bahwa perjalanannya kali inipun akan membawa keberuntungan, yakni mendapatkan pekerjaan.

Ketika laki-laki itu tengah menyusuri jalanan sepi, tiba-tiba kakinya terantuk sesuatu. Karena merasa penasaran ia membungkuk dan mengambilnya. ?Uh, hanya sebuah koin kuno yang sudah penyok-penyok,? gerutunya kecewa. Meskipun begitu ia membawa koin itu ke sebuah bank.

?Sebaiknya koin in Bapak bawa saja ke kolektor uang kuno,? kata teller itu memberi saran. Lelaki itupun mengikuti anjuran si teller, membawa koinnya kekolektor. Beruntung sekali, si kolektor menghargai koin itu senilai 30 dollar.

Begitu senangnya, lelaki tersebut mulai memikirkan apa yang akan dia lakukan dengan rejeki nomplok ini. Ketika melewati sebuah toko perkakas, dilihatnya beberapa lembar kayu sedang diobral. Dia bisa membuatkan beberapa rak untuk istrinya karena istrinya pernah berkata mereka tak punya tempat untuk menyimpan jambangan dan stoples. Sesudah membeli kayu seharga 30 dollar, dia memanggul kayu tersebut dan beranjak pulang.

Di tengah perjalanan dia melewati bengkel seorang pembuat mebel. Mata pemilik bengkel sudah terlatih melihat kayu yang dipanggul lelaki itu. Kayunya indah, warnanya bagus, dan mutunya terkenal. Kebetulan pada waktu itu ada pesanan mebel. Dia menawarkan uang sejumlah 100 dollar kepada lelaki itu. Terlihat ragu-ragu di mata laki-laki itu, namun pengrajin itu meyakinkannya dan dapat menawarkannya mebel yang sudah jadi agar dipilih lelaki itu. Kebetulan di sana ada lemari yang pasti disukai istrinya. Dia menukar kayu tersebut dan meminjam sebuah gerobak untuk membawa lemari itu. Dia pun segera membawanya pulang.

Di tengah perjalanan dia melewati perumahan baru. Seorang wanita yang sedang mendekorasi rumah barunya melongok keluar jendela dan melihat lelaki itu mendorong gerobak berisi lemari yang indah. Si wanita terpikat dan menawar dengan harga 200 dollar. Ketika lelaki itu nampak ragu-ragu, si wanita menaikkan tawarannya menjadi 250 dollar. Lelaki itupun setuju. Kemudian mengembalikan gerobak ke pengrajin dan beranjak pulang.

Di pintu desa dia berhenti sejenak dan ingin memastikan uang yang ia terima. Ia merogoh sakunya dan menghitung lembaran bernilai 250 dollar. Pada saat itu seorang perampok keluar dari semak-semak, mengacungkan belati, merampas uang itu, lalu kabur.

Istri si lelaki kebetulan melihat dan berlari mendekati suaminya seraya berkata, ?Apa yang terjadi? Engkau baik saja kan? Apa yang diambil oleh perampok tadi??

Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, ?Oh, bukan apa-apa. Hanya sebuah koin penyok yang kutemukan tadi pagi?.

Bila Kita sadar kita tak pernah memiliki apapun, kenapa harus tenggelam dalam kepedihan yang berlebihan?


Kisah berikut, diadaptasi dari The Healing Stories karya GW Burns.

SPIN MODIFIKASI

Posted by aRAZAKy | Posted in




Sekedar menyalurkan Hoby dan rasa cinta kepada Motor aku, dan Aku mencoba menyatukan warna dan rupaku ke tubuh motorku....

Love Myspace Comments
MyNiceProfile.com

10 persyaratan mengajar yang baik

Posted by aRAZAKy | Posted in

vero_chen87 — 20 December 2008 - 15:43

Pertama

Menurut Prof. Leblanc, mengajar yang baik merupakan gabungan dari kesenangan (passion) dan penalaran (reason). Mengajar yang baik bukan hanya tentang bagaimana memotivasi mahasiswa agar mau belajar tetapi mengajar mereka bagaimana belajar dengan baik sehingga apa yang dipelajari menjadi relevan, memiliki arti, dan dikenang dengan baik. Prof. Leblanc mengibaratkan bahwa memperlakukan mahasiswa (dalam hal mengajar dan mendidik) sama persis dengan bagaimana kita berbuat memperlakukan sesuatu (baik benda maupun binatang kesayangan). Dosen harus memperlihatkan suatu antusiasme dan kasih sayang dan kemudian membagikannya kepada mahasiswanya. Beberapa indikator dari dampak mengajar yang baik adalah :
Apa yang diajarkan di dalam kelas menjadi stimulan bagi proses berikutnya dari studi mahasiswa, misalnya menjadi topik bahasan kuliah menjadi sumber inspirasi bagi riset mahasiswa tersebut. Cara dosen mengajar menjadi role model bagi para mahasiswanya.

Kedua

Mengajar yang baik harus menjadikan bahwa mahasiswa merupakan konsumen atau klien dari ilmu pengetahuan yang kita jual (penulis sendiri pernah menulis tentang paradigma baru pelayanan PT, bahwa mahasiswa sekarang adalah konsumen). Seorang dosen haruslah mengerjakan yang terbaik dalam bidangnya, membaca dari berbagai sumber, bukan hanya dalam bidangnya tetapi juga di luar bidang keahlian sendiri. Mengapa? Karena mengajar yang baik bukan hanya menyampaikan ilmu pengetahuan yang menjadi bidang garapan kita (karena itu informasinya bukan hanya dari buku teks dan jurnal ilmiah bidang kita) saja, tetapi juga tentang bagaimana keterkaitan bidang ilmu kita dalam hasanah ilmu lainnya dan bagaimana penerapannya di dunia nyata.

Kedua

Adalah benar jika ada yang berpendapat bahwa semakin tinggi gelar kesarjanaan seseorang semakin fokus dan semakin dalam pengetahuannya dalam bidang keahliannya. Oleh karena itu, seorang doktor atau profesor seharusnya mempelajari lebih banyak bidang-bidang di luar kajiannya, karena sebagaimana dikemukakan di atas, prinsip kedua dari mengajar yang baik adalah menjembatani antara teori dan praktiknya di masyarakat.

Ketiga

Pada prinsipnya, mengajar yang baik adalah kesediaan mendengarkan, mempertanyakan, menyikapi dengan responsif, dan memahami bahwa setiap individu mahasiswa dari setiap kelas adalah suatu pribadi yang unik dan berbeda. Yang sama dari setiap individu mahasiswa hanyalah dalam tujuan akhirnya, yaitu mendapatkan ilmu pengetahuan dan pendidikan yang berkualitas sehingga dapat bermanfaat dalam kehidupan mereka setelah lulus dari pendidikannya.

Menurut Prof. Leblanc, seorang pengajar (dosen) yang baik harus dapat mendorong mahasiswa mencapai keunggulan, dan secara bersamaan mahasiswa juga harus dapat menjelma menjadi seorang pribadi utuh, memiliki rasa hormat kepada sesama, dan selalu menjadi seorang profesional.

Dengan demikian, bukanlah sebuah sikap yang baik jika seorang dosen hanya berdiri di depan kelas, menyampaikan materi ajar secara ‘kering’, tanpa pernah menyisipkan soal etika dan moral, baik yang berkaitan dengan penerapan ilmu yang diajarkannya maupun etika dan moral secara umum.

Keempat

Menjadi pengajar yang baik bukan hanya dibuktikan dengan memiliki program kerja (agenda) yang tersusun rapih dan secara ketat mengikuti agenda tersebut (rigid). Sebaliknya, dosen haruslah bersikap fleksibel, fluid (tidak kaku), selalu bersedia untuk mencoba hal-hal baru (experimenting), dan memiliki kepercayaan diri untuk merespons dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang berubah. Menurut Prof. Leblanc, sebagus apa pun agenda kerja yang disusun, di kelas, paling banyak hanya 10% yang dapat tercapai. Seorang pengajar yang baik harus bersedia untuk mengubah silabus dan jadwal perkuliahannya jika di tempat lain diketahuinya ada hal-hal yang lebih baik. Mengajar yang baik merupakan suatu keseimbangan antara menjadi diktator yang otoriter dan menjadi seorang penurut (pushover).

Pernyataan Prof. Leblanc di atas mengindikasikan bahwa sangat perlu bagi seorang dosen untuk terus-menerus melakukan benchmarking, melalui penggalian informasi (buku, diskusi, internet, studi banding, dll.) bagaimana ilmu yang dia ajarkan diajarkan di tempat lain. Dengan demikian, pada prinsipnya, bukan hanya silabus mata kuliah yang harus fleksibel mengikuti kebutuhan zaman dan kebutuhan pasar, tetapi mata kuliahnya sendiri juga dapat ‘ditutup-dibuka’ atau ‘dihilangkan dan diganti’ jika mata kuliah tersebut sudah tidak lagi relevan dengan kebutuhan masyarakat.

Silahkan masing-masing kita mengevaluasi diri sendiri, seberapa sering kita memperbaharui bahan ajar, semutakhir apakah bahan ajar yang kita berikan kepada mahasiswa, dan sejauh mana kita tahu bagaimana ilmu yang kita ajarkan diberikan di tempat lain. Jangan-jangan yang kita berikan dan praktikan sampai sekarang adalah bahan ajar yang sama, yang kita dapatkan dari dosen ketika dahulu kita kuliah, sedangkan teknik kita dalam mengajar pun hanya meniru apa yang dilakukan oleh dosen-dosen kita dahulu.

Kelima

Mengajar yang baik juga berkaitan dengan cara atau

gaya (style). Mengajar di kelas harus juga merupakan suatu ‘pertunjukkan’ yang menarik, bukan hanya berdiri di podium dengan tangan yang seolah terekat ke meja podium atau pandangan yang hanya tertuju ke layar (jika itu pun sudah menggunakan alat bantu OHP atau LCD). Mengajar di depan kelas bagi seorang dosen adalah bekerja, dan mahasiswa merupakan lingkungan konsumen yang berada di sekitarnya. Seorang dosen di kelas adalah seorang dirijen (conductor) sebuah orkestra dan mahasiswa bagaikan pemain orkestra yang memainkan alat musik yang berlainan dengan kemampuan bermain yang berbeda-beda. Dari pengalaman kita sebagai mahasiswa, kita pernah mendapatkan dosen yang hanya duduk saja di kursi, ada yang selalu membelakangi mahasiswa dan hanya membaca proyeksi transparansi, atau malah mendiktekan kata demi kata kepada mahasiswa. Cara atau gaya mengajar bukan saja akan mempengaruhi daya ketertarikan (animo) mahasiswa terhadap materi perkuliahan, tetapi juga terhadap animo untuk hadir di kelas pada mata kuliah tersebut. Di luar negeri, dimana banyak perkuliahan ditawarkan secara paralel, baik pada semester yang sama (sebagai kelas berbeda) maupun setiap semester, pemilihan kelas biasanya sangat ditentukan oleh kualitas dangaya mengajar dosennya. Walaupun ditawarkan secara bersamaan dalam satu semester yang sama, dosen yang mengajarnya ‘enakeun’ (menurut istilah mahasiswa sekarang), kelasnya akan diminati oleh banyak mahasiswa (sehingga sering harus dibatasi dengan menerapkan ‘siapa cepat mendaftar ia yang akan kebagian’). Sementara kelas yang sama tetapi diasuh oleh dosen yanggaya mengajarnya ‘kering’, justru sering kosong melompong.

Di Indonesia, pembukaan kelas paralel juga dilakukan, terutama untuk kelas-kelas yang pesertanya besar. Pembagian mahasiswa ke dalam kelas-kelas di Indonesia biasanya diatur oleh Fakultas atau Jurusan, sehingga mahasiswa tidak diberi kebebasan dalam memilih kelas mana yang disukainya. Jika saja mahasiswa dibebaskan memilih sebagaimana di luar negeri, maka pasti mereka akan memilih kelas yang dosen pengajarnya memiliki style mengajar yang disukainya. Jangan pernah apriori bahwa mahasiswa tak pernah menilai dosen dan membanding-bandingkan style dosen mengajar. Kalau tidak percaya, silahkan dengarkan celotehan mereka ketika mahasiswa sedang berkumpul.

Sayangnya di kita, evaluasi oleh mahasiswa terhadap kinerja dosen yang biasanya dilakukan di akhir perkuliahan, belum menjadi standar penilaian kinerja dosen. Demikian juga pemilihan dosen favorit pilihan mahasiswa belum merupakan kegiatan yang membudaya, bahkan pemilihan dosen teladan saja masih dilakukan oleh tim penilai atasan dosen (pimpinan dan dosen senior) dan belum melibatkan sivitas akademika lainnya (termasuk mahasiswa).

Keenam

Prof. Leblanc menekankan bahwa prinsip keenam ini merupakan prinsip yang sangat penting, yaitu bahwa mengajar yang baik harus mengandung unsur humor (jenaka). Artinya, dalam mengajar, seorang dosen harus menyisipkan humor-humor, yang akan sangat berguna untuk mencairkan (ice-breaking) suasana kelas yang kaku. Harus disadari bahwa mahasiswa adalah manusia yang datang ke kelas dengan kondisi yang berbeda-beda, dengan permasalahannya masing-masing, baik yang muncul hari itu maupun yang sudah dimilikinya berhari-hari atau berbulan-bulan yang lalu. Kelas yang kaku dan terlalu serius akan sangat membosankan. Menurut sumber lain, contohnya Barbara Gross Davies (Tools for Teaching, Jossey-Bass Publishers, 1993), jika pun atmosfir kelas mendukung, mahasiswa hanya penuh perhatian terhadap materi perkuliahan sampai maksimal 20 menit pertama saja. Untuk itu, dosen harus berusaha semaksimal mungkin untuk memasukkan teknik-teknik jenaka untuk menarik kembali perhatian mahasiswa terhadap materi perkuliahan. Ada banyak teknik yang dapat dilakukan untuk hal tersebut, tetapi bukan untuk dibahas disini.

Ketujuh

Mengajar yang baik adalah memberikan perhatian, membimbing, dan mengembangkan daya pikir serta bakat para mahasiswa. Mengajar yang baik berarti mengabdikan atau menyediakan waktu kita bagi setiap mahasiswa. Juga berarti mengabdikan diri untuk menghabiskan waktu kita untuk memeriksa hasil ujian, mendesain atau meredisain perkuliahan, menyiapkan bahan-bahan ajar untuk lebih memperbaiki perkuliahan.

Bagi yang pernah mengikuti pelatihan Applied Approach dan Pekerti (Pengembangan Keterampilan Teknik Instruksional) tentu dapat memahami bahwa hanya untuk menyusun SAP dan GBPP saja, berapa besar energi dan banyak waktu yang harus kita curahkan. Tapi itulah resiko sebuah pekerjaan. Bukankah tak ada yang memaksa kita untuk menjadi dosen, jadi ketika sekarang kita sudah menjadi dosen, mengapa tidak sekalian saja kita bersikap profesional?

Kedelapan

Mengajar yang baik harus didukung oleh kepemimpinan yang kuat dan visioner serta oleh institusi yang juga mendukung, baik dalam sumberdayanya, personalianya, maupun dananya. Mengajar yang baik harus merupakan penggambaran dari pelaksanaan visi dan misi institusi yang selalu harus diperbaiki dan diperbaharui, bukan hanya dalam perkataan tetapi juga dalam perbuatan.

Khusus untuk Unpad, prinsip ke delapan ini belum dapat dilaksanakan dengan baik. Kendala utamanya adalah masih terbatasnya dana, terutama untuk kegiatan praktikum. Hal ini bukannya tidak menjadi perhatian Pimpinan Unpad sekarang, tetapi prioritas program pemenuhannya masih dikalahkan oleh pembangunan gedung perkuliahan dan praktikum. Kini, setelah luasan gedung dianggap sudah memenuhi, maka pengadaan dan upaya melengkapi peralatan laboratorium menjadi prioritas berikutnya. Satu hal yang harus dipahami oleh kita semua adalah bahwa baik pembangunan fasilitas gedung maupun program pemenuhan kebutuhan praktikum tersebut, dananya bukan berasal dari Pemerintah, melainkan dari dana masyarakat yang berhasil dihimpun Unpad. Hal ini perlu ditegaskan karena masih banyak fihak, terutama dosen dan mahasiswa Unpad yang beranggapan bahwa seolah-olah dana pembangunan dari Pemerintah tidak dialokasikan terhadap pemenuhan kebutuhan praktikum. Kesembilan Mengajar yang baik adalah tentang pembimbingan (mentoring) yang dilakukan oleh dosen senior kepada dosen yunior, tentang kerjasama, dan kemudian kinerjanya dapat dikenali dan dihargai oleh seorang penilai (penyelia). Jika seorang dosen telah mengajar dengan baik, sudah sepatutnya ia mendapat imbalan penghargaan, sementara mereka yang mengajarnya masih kurang baik, sudah sepatutnya mereka mendapatkan berbagai progam pelatihan dan pengembangan.

Di Unpad, untuk pelatihan dan pengembangan dosen memang sudah difasilitasi dengan membentuk P3AI (Pusat Pelatihan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional). Namun sayangnya, kegiatannya baru terbatas pada penyelenggaraan pelatihan AA dan Pekerti saja, seolah-olah dengan telah mengikuti pelatihan AA atau Pekerti, seorang dosen sudah dianggap mumpuni dalam mengajar. Padahal, seharusnya program garapannya jauh lebih luas lagi, termasuk membuat berbagai materi training sebagaimana tulisan ini. Sementara itu, proses pembimbingan (mentoring) oleh dosen senior kepada dosen yunior (asisten), nampaknya masih merupakan ‘hiasan bibir belaka’. Menurut pengamatan penulis, belum ada upaya serius dan terprogram mengenai proses mentoring ini. Sering yang dikatakan mentoring justru berupa penugasan pelaksanaan tugas (mengajar dan memimpin praktikum) dari dosen senior ke asisten, tanpa pernah adanya pembekalan oleh dosen senior ke dosenyunior tentang bagaimana caranya mengajar dan memimpin praktikum, apalagi membekali dengan bahan-bahan ajar atau materi praktikum yang baik dan mutakhir. Akibatnya, munculah fomeo ‘pekerjaan untuk asisten, sementara honor untuk senior’.

Dalam proses mentoring yang baik, sebaiknya dimulai dari mewajibkan asisten untuk duduk bersama mahasiswa di kelas, mendengarkan dan memperhatikan bagaimana dosen senior mengajarkan materi perkuliahan. Kegiatan ini kemudian harus diikuti oleh diskusi antara dosen senior dan asistennya tentang materi yang tadi dibahas di kelas. Setelah dua atau tiga semester untuk mata kuliah tersebut (bukan 2 atau 3 kali tatap muka), barulah asisten diberi kesempatan untuk menggantikan beberapa tatap muka atau keseluruhan dari tatap muka mata kuliah tersebut. Itu pun, kuliah perdananya, seharusnya tetap diberikan oleh si dosen senior. Sedangkan untuk kuliah selanjutnya, jika si senior tidak berhalangan, maka senior dapat berganti tempat dengan asisten, kali ini ia duduk di belakang bersama mahasiswa, memperhatikan bagaimana asistennya mengajarkan mata kuliah tersebut. Demikianlah proses mentoring yang seharusnya.

Kesepuluh

Akhirnya, mengajar yang baik adalah memiliki kesenangan, dan kenikmatan batin, yaitu ketika mata kita menyaksikan bagaimana mahasiswa kita menyerap ilmu yang kita berikan, bagaimana pemikiran mahasiswa menjadi terbentuk, sehingga mahasiswa kemudian menjadi orang yang lebih baik. Seorang pengajar yang baik akan melakukan tugasnya bukan semata karena uang atau karena sudah merupakan kewajibannya, tetapi karena ia menikmati pekerjaannya, dan karena ia menginginkan pekerjaannya itu. Seorang pengajar yang baik tidak dapat membayangkan ia akan dapat melakukan hal atau pekerjaan lain selain mengajar dan mengajar.

SPINERS PANGKEP COMMUNITY

Posted by aRAZAKy | Posted in


Kami akhrinya bisa muncul dan eksis di dunia Bikers, Berawal dari Keinginan untuk membentuk klun motor Khusunya Suzuki Spin, Akhirnya berkat restu dari Mother Chapter dan Kerja Keras Bro Wawan, Akhirnya, SPINERS PANGKEP COMMUNITY dapat dibentuk, meskipun sampau hari ini, 27 februari 2011 kami belum dikukuhkan. hal ini dikarenakan usia kami yang baru beranjak 2 minggu. Namun kami yakin, Chapter Pangkep akan lebih eksis ke depannya.
SPINERS PANGKEP COMMUNITY, Adalah sebuah club motor Suzuki Spin yang bersekretariat di Mattoanging Kab. Pangkep Sulawesi Selatan.
Kami sadar akan tanggung jawab kami sebagai bikers dan kami masih membutuhkan banyak saran dan kritik serta kerja keras guna perkembangan kami kedepannya.


INILAH KAMI

MEMELUK ANGIN

Posted by aRAZAKy | Posted in

MEMELUK ANGIN
Asdar Abe Kr. Temba'
Pangkep, 15 Oktober 2008

Kulihat dirimu sementara memeluk angin
bersetubuh dalam kemesraan yang terlukis
Dari susunan jerami kebisuan
Beralaskan kanfas-kanfas retak
Yang kemarin kususun dari satu sudut senyum terindah

Kulihat dirimu sementara memeluk angin
Di antara serpihan-serpihan ranting kepiluan
Yang bertengger pada tiap lembar kerinduan

Teruslah menanti pagi
Tatkala temaram masih setia menanti embun
Sebab pagi akan mengantarkan lagu lagu indah
Bersyairkan sejuta bait puisi yang melebihi keindahan pilihan-pilihan diksi qais
Sebab pagi akan mempersembahkan kata dari setiap titik embun yang mejama jingga
Sebab keindahan pagi akan tetap terlukis di sela senyum rerumputan

Aku ingin disini
Berdiri pada tebing-tebing kepiluan
Menatapmu sedih
Ketika kau memeluk angin

Aku ingin tetap disini
Berjalan diantara masa-masa yang tersusun dari rintihan rindu
Meski kusadar sulit mengarakmu pada mimpi itu
Sulit……………
Kulihat dirimu sementara memeluk angin
Biarlah………

GILA DALAM IMAJI

Posted by aRAZAKy | Posted in

GILA DALAM IMAJI
Asdar Abe Kr. Temba'
Pangkep, 04 Desember 2009

Satu persatu fikir bersatu, Merantai imaji dalam satu wajah
Biarkan hawa tetap merayu hingga adam terkulai dalam lantunan kata mutiara yang tergumam

Kau adalah kegilaan yang menyesetakan fikirku pada sahara tak berujung

Kau adalah Laila yang membuatku terdiam dalam ranah cinta yang tersusun rapi laksana bintang yang tersusun dalam alunan rasi.

Takkan kubiarkan pernama menyamai keindahanmu,
Takkan kubiarkan topan menghempas mimpimu,
Dan takkan kubiarkan lukisan namamu disini luntur
Karena kuingin kau tetap berada dipuncak rindu dan meneriakkan satu kalimat indah, bukan untuknya, bukan pula untuk mereka, tapi untuk kita.

Kita adalah aku dan kau yang terbingkai dalam dimensi rasa yang menggilakan.
Kita adalah aku dan kau yang bermimpi menidurkan purnama sebelum matahari dan embun muncul bersamaan.
Kita adalah waktu yang dia janjikan pada malam yang berujung mimpi
Kita bukanlah mereka yang masih bercerita tentang temaram

Ingin kulukis kisah kita pada nisan berusaia ka’bah, bukan sebagai pembuktian kegilaanku akanmu, bukan pula persembahan atas kebesaran rasaku, tapi sebagai arah yang kelak akan mengingatkanku bahwa kita pernah ada.

Saat fajar mengantarkan suara kerinduan pada embun, maka pada saat itulah kau akan memahami kebesaran rasaku. Rasa yang tercipta atas penipuan pada takdir, rasa yang tersusun dari keindahan mimpi-mimpi yang bertebaran difikir kita.

Telah habis diksi yang mampu kurangkai dalam imajiku, namun penggambaran akan kebesaran rasaku belum pun usai.

Dan kuingin kau tetap tersenyum meski dalam imajiku, sebelum gerimis mengantarkan kesedihan langit pada bumi,

Tetaplah di sini meski embun telah kering.